Desa Wewengon Adat Kasepuhan Citorek


Sepulang dari rutinitas pekerjaan di hari jumat, aku menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk pergi ke suatu tempat malam ini. Minggu lalu sehabis ujian akhir semester pada perkuliahan, seorang sahabat mengajak ku untuk pergi ke suatu tempat, ia berkata bahwa tempat ini masih sangat terisolir, berada di pedalaman daerah Lebak, Banten. Ia mengatakan bahwa aku tak akan rugi jika nanti pergi ke tempat ini, ia berjanji. Negri di atas awan, gumam nya.  Menyiapkan diri dari jakarta, padahal diri ini masih lelah dengan rutinitas yang baru saja dijalani tadi, tapi apa daya, ternyata jiwa perlu di manjakan dengan udara sejuk khas pepohonan desa, tidak di ibukota.
Negri Diatas Awan, Desa Wewengon Adat Kasepuhan Citorek

                       

Kami berjanji untuk bertemu di stasiun tigaraksa, ini membuat ku yang dari jakarta harus naik kereta untuk sampai kesitu, perjalanan yang memakan satu jam dengan desakan dan himpitan dari penumpang lain nya, aku lupa ini jam 6 sore, jam sibuk dimana orang-orang kembali dari rutinitas pekerjaan nya.  Billy dan Apri berjanji untuk menjemput ku stasiun, Billy mengatakan bahwa kami tidak hanya bepergian bertiga, melainkan ada 8 orang lagi yang telah menunggu di titik pertemuan, mereka adalah teman kantor Billy. Sekitar jam 8 malam aku dan Apri baru bertemu dengan Billy dan teman-teman nya, mengisi tenaga dengan sebungkus nasi goreng, dilanjutkan dengan solat isya lalu kami bersiap untuk pergi ke daerah tujuan kami. Apri mengatakan bahwa tempat tujuan kami sekitar 90 KM dari titik berkumpul ini, aku yang tidak tau apa-apa cukup terkejut, ku kira bukit itu berada tidak jauh dari sini, bodohnya aku. Aku dan Billy bersama satu motor, Billy mengendarai motor , aku memegang tas dan peralatan kamera kami yang lumayan banyak ini. Perjalanan ini cukup melelahkan, medan yang cukup sulit membuat kami hati-hati mengendarai motor, apalagi ini malam hari. Jika dilihat dari maps yang ku pegang, perjalanan kami memakan waktu sekitar 3 jam untuk kecepatan rata-rata motor. Beruntung nya adalah Billy sudah pernah sekali ke tempat ini, dengan kata lain ia pasti hafal dengan medan dan kondisi jalan. Sepanjang perjalanan Billy bercerita tentang banyak hal, mulai dari orang-orang yang sedang bersama nya adalah rekan kerja nya, dan sudah beristri semuanya, dia lah yang masih perjaka dari teman kantor nya. Ia juga bercerita bahwa dari tempat yang akan kami tuju, di dekat nya ada pemandian air panas. Rencanya, kami akan berkunjung sepulang nya dari Bukit awan desa Citorek itu.
Sekitar jam 12 malam kami sampai pada tujuan kami, bernegosiasi dengan  pengelola tempat untuk menekan biaya berkemah kami, lalu mendirikan tenda pada tempat yang telah disediakan. Pengelola tempat berseloroh bahwa tempat ini masih bisa dikatakan liar, bagaimana tidak, macan tutul hingga harimau pernah terpantau pada kamera pemantau sekitar sini. Dengan kata lain, kami memang harus berhati-hati disini.
Aku yang kelelahan memutuskan untuk tidur di tenda, beberapa lainya memutuskan untuk begadang sembari memasak mie instan ditemani dengan ribuan bintang yang bergantung di langit. Baru 3 jam tubuh ini terbaring, azan subuh berkumandang, terdengar dari kejauhan. Jam 5 pagi aku terbangun, lalu melihat keadaan sekitar masih gelap gulita, sang surya belum terbangun. Rencananya kami akan melihat sunrise  dari sini, cuaca yang cukup mendukung, ditemani dengan tubuh yang kembali bugar, kami meniggalkan barang-barang kami di dalam tenda, menuju spot sunrise tersebut.
Billy benar, aku tidak sia-sia datang ke tempat ini, ‘Negri diatas awan’ katanya. Mentari muncul dengan sinarnya dari balik bukit dengan awan nya layaknya marshmallow . Ingin rasanya ku lompat pada gumpalan awan ini, tapi apa daya, ini bukan awan seperti di film kartun yang ku tonton. Setelah berkutat dengan foto dan video, mendokumentasikan segala sesuatu yang kami inginkan, kami kembali ke tanda untuk mengemas kembali perlengkapan kami. Sesuai rencana, kami akan singgah ke tempat pemandian air panas disini, di bawah bukit ini. Melewati jalan yang sedikit berbeda dengan kontur jalan bebatuan, aku cukup beruntung tak membawa motor kesayangan ku kesini. Pemandian air panas disini sangat alami, bersih dan cukup terkelola dengan baik.  1 jam membersihkan diri sudah cukup bagi kami untuk bersiap melanjutkan perjalanan 70 KM lagi ke tigaraksa.
Namanya Desa Wewengon Adat Kasepuhan Citorek, perlu sedikit usaha dan segudang niat untuk kesini. Rasanya tidak akan pernah menyesal dan pasti ingin kembali lagi satu hari nanti kesini.

Komentar

Postingan Populer