Satu Hari Dimana Penyesalan Terasa Begitu Menyakitkan
Farhan pernah menjadi
saksi hidup dari pertengkaran kedua orang tua nya. Ketika usia nya menanjak
remaja, mata lelaki itu melihat dengan mata kepala nya sendiri bagaimana kedua
orang tua nya bertikai, telinga nya pun juga pernah mendengar kala ia berusaha
untuk tidur ketika larut malam. Tahun terakhir nya bersekolah dibangku SMP
cukup membuat nya mengerti tentang situasi yang tengah di hadapi keluarga nya.
Ketika kecil, sang
bapak pernah membawa nya berjalan jalan ke laut, menyusuri bibir pantai,
bermain-main air hingga air asin memasuki mulut nya, tersedat lalu sang bapak
memutar tubuh nya 180 derajat untuk mengeluarkan air asin di dalam tubuh
Farhan. Sang bapak juga pernah mengajak nya menaiki perahu kecil, dengan mesin
pendorong bertenaga kecil cukup untuk mendorong perahu bermuatan 5 orang, di samping
nya di pasangkan penyeimbang agar perahu kecil itu tak mudah tenggelam oleh
ombang ambing ombak di laut. Farhan yang kala itu masih kecil pernah bertanya
kepada sang bapak, kenapa ada kayu-kayu penyeimbang di sisi perahu dengan di
tambah sedikit kaitan pelampung.
“Aku tak mengerti pak,
kenapa perahu ini harus diberi sayap seperti pesawat, padahal ini tidak bisa
terbang”
“Itu bukan sayap
farhan, yang berada di sisi-sisi perahu ini adalah penyimbang, agar perahu ini
tak mudah tenggelam dengan ombak di laut” sang bapak menggubris
“Kenapa harus seperti
itu pak”
“Layaknya hidup mu hari
ini hingga kelak nanti Farhan, kau harus mempunyai orang-orang baik di sisi mu,
agar hidup mu seimbang, jangan sesekali meletakan orang-orang yang tidak baik,
lebih baik lepaskan lalu tinggalkan, atau dirimu nanti yang di buat tenggelam
oleh nya”
“Aku tetap tak mengerti
pak, bapak menjabarkan nya terlalu rumit” Farhan menatap sang bapak yang muka
yang penuh bingung
“Kelak kau akan
mengerti dengan sendiri nya nak”
Penyimbang yang menurut
Farhan ketika beranjak remaja itu seketika menghilang, sang bapak yang
beralasan sudah berbeda prinsip dengan sang ibu meninggalkan rumah, padahal di
luar sana sedang hujan lebat, bapak dan tas berisi baju baju beserta setumpuk
ego nya tetap dengan langkah kaki nya yang meninggalkan keluarga nya. Sang
bapak padahal mahfum bahwa anak lelaki nya akan beranjak dewasa, di tambah lagi
dengan adik Farhan yang masih balita yang belum mengerti apapun.
Entah mengapa sejak
saat itu, Farhan menjadi pribadi yang sedikit agak berubah, mulai pendiam,
jarang masuk sekolah padahal ia baru pindah dari bangku SMP ke bangku sekolah
SMA. Ia seolah membenci diri nya sendiri, membenci diri nya yang menjadi
lelaki, yang takut kelak akan menjadi seperti sang bapak yang pergi
meninggalkan keluarga nya begitu saja hanya karna mementingkan ego nya sendiri.
Hari berganti hari, menjadi genap tahun ke tahun, 2 tahun kepergian sang bapak,
membuat Farhan cuek akan sosok bapak, baginya itu tak penting lagi, ia sudah
cukup mempunyai ibu.
Sosok ibu yang belum
menginjak usia setengah abad membuat nya terlihat masih muda. Bahkan masih
banyak juragan-juragan yang mendekati nya. Mulai dari juragan beras, juragan
ayam, hingga juragan yang senang mengoleksi pemaisuri. Ibu sering membicarakan
tentang hal ini, tentang bagaimana ia di goda banyak lelaki diluar sana. Farhan
hanya terdiam ketika ibu bercerita, sesekali tersenyum, ia tidak terlalu
tertarik dengan topik itu.
Pada satu kesempatan
ketika Farhan dan ibu nya sedang berada di kedai, datang seorang lelaki tinggi,
berperawakan tua, hidung mancung, dengan kulit hitam lebam nya. Menyapa Farhan
yang sedang terduduk dan asik dengan smartphone nya, lalu menyapa ibu yang
sedang sibuk dengan urusan kedai nya. Ia kemudian duduk di depan Farhan seraya
menjabat tangan lalu mengenalkan diri, Farhan yang kikuk kebingungan lalu balik
menjabat, senyum sinis di dapat untuk pria tua itu. Farhan yang cuek dan juga
tidak terlalu peduli membiarkan urusan ibu dengan pria itu, ia masih sibuk
dengan dunia nya.
Seiring berjalan nya
waktu, Farhan menyadari kedekatan ibu dengan pria itu, sebut saja ia om des,
begitulah Farhan memanggilnya. Sosok nya yang lemah lembut, yang tidak sekasar
pekerjaan nya membuat nya Farhan membuka ruang kembali untuk sosok seorang ayah
di hati nya. Kedekatan Farhan dengan om des semakin terasa, bahkan membuat
seorang Ibu untuk kembali tersenyum, setidaknya untuk mengembalikan senyum
Farhan juga. Om des memang luar biasa, dia membuatan kami dunia baru, dunia
baru dimana kami bisa merasakan kebahagian setelah sekian lama tak merasakan
nya, dunia dimana ketika kaki kami berpijak, tak ada ranjau disana, aku
beruntung bertemu dengan nya cuat ku
dalam hati. Ketika malam tiba, ibu tiba-tiba membuka topik pembicaraan
dengan ku, tak seperti biasanya, ia sedikit berhati-hati dalam perkataan nya,
entah sepenting apa pembicaraan ini, aku tak paham juga. Lelah berputar-putar
pada topik yang tak kunjung usai, ibu lalu mengatakan “Farhan, sejujurnya ibu
sudah menikah dengan om des, walaupun hanya nikah sirih”. Kalimat itu membuat
ku hampir tersedak ketika hendak sedang ingin minum, aku terdiam, bingung harus
menjawab apa, dalam hati ku beberapa kalimat berputar kapan bu, kenapa tak jujur padaku, kenapa baru mengatakan nya sekarang.
“Bulan lalu Ibu menikah
sirih dengan om des, Ibu rasa ia pilihan tepat, Ibu rasa kau juga menyukai nya,
Ibu harap kau maklum”
“Kenapa tak jujur
sebelumnya bu, aku benci untuk dibohongi”
Ibu lalu memeluk
Farhan, air mata jatuh tepat pada kepala Farhan, ia mencintai Farhan, diwaktu
yang bersamaan ia juga mulai menyayangi om des.
Memasuki tahun akhir
pada sekolah Farhan, tugas yang banyak dan kegiatan yang padat membuat tubuh
Farhan tak kuat memangkul nya, Farhan akhirnya jatuh sakit. Om des yang
mendengar kabar ini membuat nya cemas sendiri,padahal di lain sisi, Farhan
tampak biasa saja. Dengan sigap nya om des membawa Farhan ke klinik terdekat,
Farhan terkena radang. Farhan mulai jatuh hati pada om des inikah sosok ayah sebenarnya tanya nya dalam hati.
”Om, boleh aku minta
sesuatu?” Farhan mulai berbicara kepada om des
“Boleh, apa saja yang
kamu, om belikan”
“Boleh aku panggil om
sekarang jadi Papa”
Mata om des tiba-tiba
berkaca-kaca, mungkin ia terharu, atau mungkin ia kelilipan.
“Boleh nak, dengan
senang hati” jawab Om des
Farhan menyelesaikan
sekolah nya, lalu melanjutkan untuk bekerja di salah satu perusahaan swasta.
Jauh dari rumah tampat Ibu dan Papa menetap. Ia menitip rindu ketika akan
pergi, berharap rindu nya akan dijaga hingga akhir nya nanti mereka bertemu kembali.
Kesibukan Farhan dalam
pekerjaan nya membuat nya lupa bahwa ada keluarga yang harus ia beri nafkah
bathin, Ibu dan Papa yang berada di sebrang pulau sana selalu menantikan kabar
dari Farhan setiap hari, ada atau tidak, nama Farhan selalu menjadi favorit
ketika berada di layar kaca telepon genggam mereka.
Hari demi hari, bulan
demi bulan berjalan, tahun lalu berganti, disela kesibukan nya, ponsel Farhan
berdering, nama Ibu terpampang pada layar nya. Ibu bertanya sedang dimana aku sedang di tempat kerja bu, kenapa jawab
nya.
“Nak, Papa mu udah gak
ada” suara Ibu terdengar pelan
“Gimana bu maksudnya”
“Papa mu meninggal nak
tadi pagi, sudah ibu kebumikan tadi siang” isak tangis Ibu perlahan mulai
terdengar
Farhan terhening,
seketika terduduk, bola mata nya mulai dipenuhi air, kemudian jatuh seiring
kepala nya yang menunduk, tangis nya mulai terdengar oleh beberapa rekan kerja
nya.
“Kapan terakhir kamu
menelpon Papa, bukankah dari dulu Ibu selalu memberi tau kalo kamu harus
menelpon nya, Papa masuk rumah sakit sudah 2 bulan, kata dokter paru-paru nya
bermasalah kerna terlalu banyak merokok” lanjut Ibu
“Farhan minta maaf bu,
Farhan ga kepikiran kalo bisa sampai seperti ini, yang jelas Farhan sayang Papa,
Farhan memang sudah lama tidak nelpon Papa” suara Farhan terbata-bata, tangis
nya belum berhenti selagi berkata kepada Ibu.
“Doakan saja Papa mu nak, jangan lupakan dia,
meskipun dia tak ada hubungan darah dengan kamu”
1 bulan lalu adalah
hari terakhir Farhan berbicara dengan Papa nya via telepon, sudah sangat lama,
untuk ukuran anak dan ayah. Farhan yang selalu dibayangi rasa bersalah menjadi
terlihat murung, yang ada pikiran nya adalah kenapa,kenapa tak ku telepon papa dari dulu,kenapa hanya aku
chat,kenapa aku gabisa ketemu papa lagi.
Seorang pria berumur
seperempat abad lalu mendatangi nya, menepuk pundah Farhan, mencoba menghibur
nya, ia adalah manager di tempat Farhan bekerja. Ia berkata bahwa Farhan tak
bisa selama nya seperti ini, ada banyak hal yang harus ia lakukan selagi nyawa
masih ada dalam tubuh nya, termasuk pekerjaan yang sedang ia lakukan.
“ini adalah pelajaran
bahwa memberi kabar kepada orang-orang terdekat itu adalah hal penting, apalagi
kepada orang-orang yang kau sayangi, jadikan ini yang terakhir, jangan terlalu
memikirkan ego terhadap urusan dunia mu saja” tandas nya, lalu pergi dari
hadapan Farhan.
kritik dan saran ditunggu di kolom komentar, sangat berharga bagi penulis.
jangan lupa bahagia :)
Salam Bayu Octami.
Instagram: @bayuoct_
Komentar
Posting Komentar